Jumat, 17 Oktober 2008

refleksi daun pandan



Hujan baru saja turun, semilir angin disore menjelang malam itu berhembus lembut menggoyang dedaunan pandan kesukaanku, ya harum pandan itu mengingatkanku saat masa kecil saya di yogyakarta, pada usia 10 th saya memiliki rambut panjang hingga menyentuh pinggang, dengan alasan agar rambutku harum tebal dan hitam, eyang memaksaku untuk memborehkan ramuannya berupa irisan daun pandan dan minyak kelapa buatannya sendiri di rambutku, yang kuingat saat itu rambutku seakan mengeluarkan semerbak harum sepanjang hari, tentu saja berbeda dengan wangi shampoo yang bertebaran di warung dan mini market saat ini....

Romantisme masa silam terkadang menjadi alat ukur evaluasi diri yang obyektif, pasti hingga akhir jaman harum daun pandan itu tidak akan pernah berubah, tidak seperti janji para politisi yang seringkali memperlihatkan data yang berbeda antara ucapan dan perbuatan, konsistensi dan komitmen masa kini seperti barang mewah yang mahal dicari, tidak seperti daun pandan yang murah dan kadang liar dimanapun berada, apakah didalam pot cantik diruang tamu sebagai asesoris, dipekarangan sebagai pagar, atau tumbuh liar dipinggir selokan, tetap saja harum.

Acapkali tidak sulit mencari motivator disekitar kita, tidak juga perlu kursus atau seminar di hotel mewah dengan biaya mahal ( ngetrend) mendengar motivator yang ekspert atau yang super itu, nampaknya bahasa alam dapat juga sebagai sumber utama menterjemahkan kejujuran dan valid, tidak seperti data yang datang dari lembaga survey publik maupun yang datang dari badan statistik pemerintah yang terkadang berbeda antara data dan fakta. Validitas atau kejujuran agaknya juga sudah menjadi barang langka yang sulit dicari masa kini, meski saya teramat yakin jika saja kejujuran, komitmen dan konsistensi itu betapapun mahal harganya jika ” sale” di negeri ini, pasti ada pembelinya. Seperti para pembeli ijazah palsu ..... he he he, seringkali gugatanku akan sebuah nilai seperti berharap embun disiang hari. meski acapkali gundah tetap saja terselip pengharapan esok hari embun itu pasti singgah, " karena kebenaran akan mencari jalannya sendiri ..' gitu kata seorang sahabat .
tak terasa matahari itu sudah tertidur dibalik awan, gelap , seperti gelapnya kita menempatkan kejujuran dalam sanubari, meski keadaan serba sulit seharusnya nilai kejujuran, komitmen dan kosistensi menjadi dasar bagi penilaian kompetensi, sehingga ruang demokrasi kita positif diterjemahkan oleh rakyat mengukir eksistensi, jika jabatan masih dipromosikan kepada kepentingan dari sudut nilai materil, saya khawatir bangsa ini akan dipimpin oleh para kapitalis yang berorientasi kepada profit, tidak bisa dibantah jika sebahagian besar masyarakat kita masih didominasi oleh mereka yang tingkat perekonomiannya lemah, kecuali harum daun pandan diujung halaman itu masih tetap berdaya guna spanjang masa, tak pernah berubah.